Sabtu, 20 Juni 2020

Pemimpin Reformasi Menusuk Hati



Lima tahun lebih bekerja dengan dengan tekanan batin. Setiap hari bayang-bayang rasa takut selalu menghantui sebagian besar guru-guru. Kepemimpinan yang diktator tanpa demokrasi membuat guru senior merasa jenggah, sementara guru muda dilanda keresahan. Ide dan kreatifitas jadi melambat.  Yang ada malah kepongahan dari yang merasa selamat. Para punggawa tak berkutik akan kemudinya. Kadang saya juga mendengar mereka mengeluh akan kekuasaannya.

Kami sudah lelah, kami sudah capek. Kata-kata kotor yang tidak pantas sering kami terima di saat apa yang kami lakukan tidak sesuai dengan maksudnya. Apalagi bila ada yang membicarakannya, maka dinding-dinding ruangan seolah punya telinga. Bermaksud reformasi tapi kebacut, sehingga kami menyebutnya diktator. Bila tidak menurut maka selalu ada kata-kata” kepingin ditahlili”. Entah apa makna dibalik kata-kata tersebut.

Beberapa periode kami didampingi oleh pemimpin senior yang bijak. Tanpa diminta kami menghormati dengan sendirinya. Meskipun salah satu dari beliau adalah teman sendiri.  Para pendahulu pemimpin kami orang yang bijak dan bertutur kata halus serta sopan. Para pemimpin berilmu dan beradab. Sangat jauh berbeda dengan yang saat ini.

Pernah suatu ketika akan ada kegiatan bersih-bersih di lapangan belakang sekolah. Semua siswa dikumpulkan di lapangan upacara. Sekitar 2 sampai 3 guru yang sudah duduk di bangku taman sekitar lapangan upacara. Kemudian tidak berapa lama saya mendengar panggilan untuk guru-guru kecuali  wali kelas IX. Di masjid siswa kelas IX ada kegiatan pengarahan dari Kapolres Pasuruan. Saya mendampingi yang di masjid.

Ketika saya menuju ruangan yang melewati lapangan upacara nampak kepala sekolah sedang memegang mik. Dengan sangat marah di depan 800 siswa memaki-maki semua guru. Saya sangat kaget karena makian yang dilontarkannya sangat menyakitkan hati dan merendahkan guru di mata siswa. Sebagian besar dari guru di sekolah saya sudah menyandang gelar haji dan sekitar 80 persen sudah pernah melaksanakan ibadah umroh. Itu juga dibuat senjata untuk memaki-maki. Dikatakannya “kaji-kaji klerek”, yang artinya haji seperti buah kelerak yang dipakai untuk mencuci kain batik.

Di dalam bahasa jawa istilah tersebut digunakan untuk merendahkan seseorang. Kemudian dikatakan juga guru tolol, bodoh, dan masih banyak lagi kata-kata yang tidak pantas diucapkan apalagi di depan siswa. Beberapa guru perempuan tampak meneteskan air mata.

Sungguh keterlaluan, apabila para guru salah kenapa tidak dikumpulkan di ruangan tersendiri, kenapa harus di depan ratusan pasang mata siswa. Sudah berapa kali mental guru dijatuhkan di depan siswa. Hanya bisa diam dan tidak melakukan tindakan melawan. Karena bila melakukan protes atau demo semua orang pasti akan tahu, hanya akan menambah malu saja.

Keadaan seperti ini membuat kami tidak tenang, selalu ada rasa was-was. Semua yang diperintahkan harus segera dilaksanakan. Jangan sampai ada yang kena marah lagi. Belum lagi bila salah satu dari rekan guru  bersalah maka tidak jarang dibeberkan ke rekan lainnya. Bahkan kadang satu rekan dibenturkan dengan rekan yang lain. Kekurangan seseorang yang harusnya bersifat rahasia diungkap ke rekan yang lain. Seakan-akan tidak bisa ngemong anak buah. 

Untuk merubah suatu kebiasaan memang amat sulit. Apalagi sudah terbiasa berada di zona nyaman. Perlu pengorbanan dan paksaan. Nah, mungkin ini yang sedang kami alami. Mengorbankan perasaan untuk lepas dari zona nyaman untuk berubah ke arah yang lebih baik. Seperti yang diinginkan oleh pimpinan.

Dari kejadian-kejadian seperti di atas saya ambil positifnya saja. Yang baik-baik dicontoh dan digunakan, sementara yang tidak baik dibuang saja. Yang jelas memang ada perubahan yang lebih baik meskipun melaluinya dengan batin yang tertekan.



Senin, 08 Juni 2020

Membaca AturanAkibat Tidak Mau

Bersyukur setelah membaca berita online tentang dibukanya kembali masjid Nabawi Madinah setelah dua bulan ditutup akibat pandemi. Masjid Nabawi adalah tempat ibadah umat islam di dunia yang dibangun oleh Rasulullah SAW. Tempat ibadah umat islam paling suci kedua setelah Masjidil Haram di Mekah.

Kedua masjid paling suci tersebut menjadi tuhuan utama dari ibadah hajibdan umroh. Saya jadi ingat perjalanan umroh lima tahun yang lalu. Rencana semula hanya memberangkatkan ibu untuk melaksanakan ibadah umroh melalui travel Jelajah Menara. Akan tetapi ibu tidak berani berangkat tanpa ada yang menemani. Maklum usia sudah mendekati 70 tahun. Beliau tidak mudah bersosialisasi dengan orang yang belum dikenal.

Akhirnya dengan beberapa pertimbangan ibu kami antar melaksanakan ibadah umroh. Dengan kata lain seisi rumah berangkat semua. Saya, suami dan Zaidan, anak satu-satunya yang tidak tega bila ditinggal di rumah sendiri. Waktu itu dia baru masuk SMA. Kami berangkat saat liburan semester ganjil.

Sebelum berangkat teman-teman yang sudah pernah melaksanakan ibadah haji maupun umroh memberikan nasehat ini itu. Saya ambil positifnya dari berbagai cerita pengalaman mereka. Saya tahu tidak mudah untuk melaksanakan ibadah umroh ini. Diperlukan kesiapan biaya dan yang paling utama adalah hati serta pikiran. Bagaimanapun juga saya orang biasa yang banyak salah dan dosa tak terhitung jumlahnya.

Dalam rasa ketakutan tersebut saya berdoa sebelum naik pesawat. Memohon pada Alloh agar dimudahkan perjalanan ibadah kami, dijauhkakan dari sesuatu yang membuat saya takut dan ditunjukkan kebaikan serta yang indah-indah. Juga meminta dimudahkan dalam hal makanan. Permohonan saya pada Alloh lengkap mengingat ada teman yang baru melaksanakan haji bercerita bahwa dia tidak begitu menyukai nasi di negara Arab. Bentuk nasi yang lebih panjang dari ukuran nasi di Indonesia. Bahkan teman tersebut mengatakan nasi arab seperti sedotan. Seberapa panjang ya🙄.

Ketika sampai di bandara King Abdul Aziz, jamaah umroh harus melalui bagian imigrasi. Nah pelayanan di sini beda jauh dengan di Indonesia. Petugasnya kebanyakan anak muda yang begitu santainya melayani para imigran jamaah umroh. Ada yang melayani sambil bercakap-cakap dengan sesama petugas. Sehingga kami harus berdiri berjam-jam menunggu giliran. Padahal jamaah banyak yang usianya sudah di atas 60 tahun.

Sebenarnya enggan menceritakan pengalaman ini tapi kalau dilewatkan jadi tidak lengkap. Setelah menunggu cukup lama akhirnya selesai juga kami bertiga tinggal suami beserta beberapa jamaah. Sewaktu menunggu semua melewati bagian imigrasi kami beriga duduk tidak jauh dari loket pemeriksaan. Iseng-iseng saja saya ambil beberapa foto keadaan sekitar. Tidak lupa juga para petugas imigran yang bekerja dengan santainya itu. Tiba-tiba salah satu dari mereka mengetahui bahwa saya memotret dan mendekat. Petugas tersebut meminta telephon genggam saya lalu membawanya dan ditunjukkan pada petugas yang lain.

Rasanya tidak karuan hati ini, belum-belum kok sudah dapat masalah. Anak saya sempat negur kenapa saya ambil foto-foto segala. Untung saja saya bawa telephon jadul yang hanya bisa dipakai untuk kirim pesan dan telepon. Saya kirim pesan singkat tentang kejadia ini kepada seseorang di tanah air. Saya hanya minta doakan untuk dimudahkan dalam urusan ini. Ada rasa khawatir bila telepon genggam saya tidak dikembalikan bahkan yang lebih jauh lagi, dipersulit. Kemudian saya telepon pemilik biro travel tapi tidak diangkat. Begitu juga Abah Samsul pembimbing umroh juga tidak mengangkat panggilan telepon saya. Dari tempat saya duduk kelihatan nampaknya beliau tidak mendengar bunyi panggilan dari telepon genggam mereka.

Tidak lama petugas imigrasi tersebut kembali lagi dan menyerahkan telepon genggam saya setelah menghapus semua foto. Petugas tersebut berbicara dalam bahasa Inggris bahwa tidak boleh mengambil foto. Saya balas dengan permintaan maaf. Alhamdulillah, lega rasanya telepon genggam bisa kembali. Telepon tersebut baru beberapa bulan saya beli. Saya sebenarnya tidak tahu kalau ada peraturan tidak boleh mengambil foto saat berada di dalam ruangan tersebut. Anak saya bahkan sempat membaca juga.

Ini pelajaran bahwa bila memasuki tempat pelayanan umum harus tahu peraturan yang sudah ditetapkan. Biasanya secara tertulis dan teletak di tempat byang mudah dilihat. Kemudian juga harus membiasakan melihat sekeliling barangkali adabhalnyang penting. Sehingga tidak terjadi seperti yang saya alami. Karena tidak melihat dan membaca aturan tertulis maka terjadi suatu kesalahan. Padahal aturan dilarang mengambil foto atau gambar sudah jelas ada dan ditulis besar, entah kenapa saya kok tidak melihatnya.

Setelah sekian lama menunggu, entah berapa jam sudah tidak menghitung, maka selesai sudah semua rombongan.
Saya pun menghampiri Abah Samsul dan Ustadz Fuad dan menceritakan kejadian tadi. Abah Samsul kaget dan mengatakan kalau beliau tidak tahu ada panggilan telepon dari saya. Kemudian beliau mengatakan bahwa sangat sulit untuk mengambil telepon genggam yang sudah disita. Harus melalui KBRI dan butuh waktu berhari-hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnyabdan bisa-bisa tidak kembali telepon genggamnya.

Program umrohnya 10 hari lalu di dalam hari-hari tersebut padat dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Hampir tidak ada waktu untuk kegiatan di luar jadwal. Tentunya tidak akan terurus dan tak akan kembali telepon genggam saya. Kalau saat ibadah haji bisa saja mengurus telepon genggam yang disita. Karena waktu yang digunakan untuk ibadah lebih lama. Masyaalloh bila mengingatnya, begitu besar kuasaNya. Di awal saya sudah diberikan kemudahan dari Alloh. Tidak habis-habisnya saya bersyukur meskipun harganya tidak mahal akan tetapi sangat penting bagi saya.

Di dalam bus yang menghantarkan kami menuju Madinah tak henti-henti bibir mengucapkan istighfar. Memohon ampunan dan berharap agar ibadah umroh ini diberikan kemudaha nbdan kelancaran. Pelajaran pertama sudah saya dapatkan, teliti dan membiasakan membaca peraturan yang ada.

#SHSB
(32)
Berikan
0

Rabu, 03 Juni 2020

Benih Kangkung Naik Daun


Setelah memanen sayur bayam beberapa waktu yang lalu, saya mencoba menanam selada hijau. Sebenarnya bukan pertama kalinya karena sebelumnya sudah pernah mencoba jenis yang merah. Biar bervariasi saya tanam yang jenis hijau. Selada atau lettuce ini bermacam-macam jenisnya. Harganya pun bervariasi bergantung dari jenisnya.

Setelah benih selada pindah tanam, saatnya panen sayuran kangkung. Tidak banyak hanya 4 ember kecil, cukup untuk masak dua kali. Ember-ember tersebut khusus untuk menanam kangkung dengan sistem sumbu atau wick sistem. Karena menggunakan keranjang bukan netpot. Sedangkan sayuran yang lainnya menggunakan netpot sebagai wadah dari media yang digunakan.

Ketika membeli benih kangkung di toko pertanian, ternyata habis. Beralih ke pembelian online juga demikian harus pesan dulu. Tidak seperti biasanya yang selalu tersedia. Tanaman kangkung ini mudah tumbuh, baik terkena sinar matahari ataupun tidak. Juga tidak sulit untuk merawatnya.

Benih kangkung menjadi sangat diminati karena semakin banyak orang yang mencoba untuk belajar bertanam hidroponik ataupun budidaya lele. Salah satu akibat dari pandemi sehingga banyak yang bekerja dari rumah. Untuk mengusir kejenuhan mereka beralih pada kegiatan yang produktif. Itulah sebabnya benih kangkung sulit didapatkan.

#SHSB
(28)


Kepyok Kangkung



Tanaman kangkung sangatlah mudah di tanam. Dapat hidup di dataran rendah maupun dataran tinggi.  Baik jenis kangkung darat maupun kangkung air. Pertumbuhannya cepat, antara 25-28 hari sudah dapat dipanen. 

Kangkung sangat familiar dan mudah didapatkan  di beberapa daerah. Bahkan menjadi makanan khas. Di Lombok terkenal dengan plecing kangkung. Surabaya, Sidoarjo dan Pasuruan ada rujak Kangkung.  Selain di Jawa Timur rujak kangkung dapat ditemukan juga di Jawa Barat.

Di Gempol kabupaten Pasuruan, rujak kangkung sangat disukai. Apalagi penyuka rasa pedas. Seporsi bisa sampai 20 biji cabe rawit. Nah dari baunya saja sudah bikin hidung menjadi merah.

Ada juga yang dimasak kepyok. Lazimnya masakan kepyok ini berbahan semanggi. Akan tetapi digantikan kangkung juga enak. Bumbu yang diperlukan tidak banyak, hanya garam, gula, asam jawa dan petis, cabe sesuai selera. Semua bahan dihaluskan ditambahkan sedikit air lalu siram pada kangkung yang sudah direbus.

#SHSB
(29)
Dok. Pribadi

Selasa, 02 Juni 2020

Seperti Ultraman



Siswa yang lainnya pun berkata, untung saja bu guru sabar. Eh ternyata si Komar mambalas dengan mengatakan guru itu harus sabar seperti Ultraman. Duh anak ini, saya membaca obrolan di WhatsApp tersebut sampai ketawa sendiri. Memangnya  Ultraman itu sabar ya.

Sebenarnya Komar  siswa yang sopan dan bertutur kata baik. Penampilannya selalu brapi.  Tetapi tutur kata dan komentarnya sering membuat orang lain ketawa. Sebagian besar siswa kelas matahari  suka bersenda gurau.  Mereka juga tahu dengan guru yang mana bisa diajak bercanda.

Sepertinya mereka sudah kangen bertemu. Kangen senda gurau di kelas. Pernah ada siswa yang lainnya ketika sedang mengerjakan latihan soal tiba-tiba saja memanggil saya sambil menunjukkan gambar. Ternyata itu gambar tersebut adalah saya. Hanya saja dibuat agak tua oppa katanya. Saya langsung ketawa karena gambarnya lucu.

Begitulah kelas matahari, selalu suka bersenda gurau. Selama bercandanya tidak kelewatan saya selalu ikut di dalamnya. Seperti ini untuk mengurangi kebosanan dan ketegangan saat pembelajaran. Tentunya dengan adanya candaan di sela-sela pembelajaran akan terasa menyenangkan bagi mereka.

#SHSB
(27)


MERAIH PENGHARGAAN ADIWIYATA MANDIRI

  Dok. Pribadi Setelah gagal tahun lalu dalam meraih penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri,  tidaklah menyurutkan semangat SMPN 1 Beji untuk...