Bersyukur setelah membaca berita online tentang dibukanya kembali masjid Nabawi Madinah setelah dua bulan ditutup akibat pandemi. Masjid Nabawi adalah tempat ibadah umat islam di dunia yang dibangun oleh Rasulullah SAW. Tempat ibadah umat islam paling suci kedua setelah Masjidil Haram di Mekah.
Kedua masjid paling suci tersebut menjadi tuhuan utama dari ibadah hajibdan umroh. Saya jadi ingat perjalanan umroh lima tahun yang lalu. Rencana semula hanya memberangkatkan ibu untuk melaksanakan ibadah umroh melalui travel Jelajah Menara. Akan tetapi ibu tidak berani berangkat tanpa ada yang menemani. Maklum usia sudah mendekati 70 tahun. Beliau tidak mudah bersosialisasi dengan orang yang belum dikenal.
Akhirnya dengan beberapa pertimbangan ibu kami antar melaksanakan ibadah umroh. Dengan kata lain seisi rumah berangkat semua. Saya, suami dan Zaidan, anak satu-satunya yang tidak tega bila ditinggal di rumah sendiri. Waktu itu dia baru masuk SMA. Kami berangkat saat liburan semester ganjil.
Sebelum berangkat teman-teman yang sudah pernah melaksanakan ibadah haji maupun umroh memberikan nasehat ini itu. Saya ambil positifnya dari berbagai cerita pengalaman mereka. Saya tahu tidak mudah untuk melaksanakan ibadah umroh ini. Diperlukan kesiapan biaya dan yang paling utama adalah hati serta pikiran. Bagaimanapun juga saya orang biasa yang banyak salah dan dosa tak terhitung jumlahnya.
Dalam rasa ketakutan tersebut saya berdoa sebelum naik pesawat. Memohon pada Alloh agar dimudahkan perjalanan ibadah kami, dijauhkakan dari sesuatu yang membuat saya takut dan ditunjukkan kebaikan serta yang indah-indah. Juga meminta dimudahkan dalam hal makanan. Permohonan saya pada Alloh lengkap mengingat ada teman yang baru melaksanakan haji bercerita bahwa dia tidak begitu menyukai nasi di negara Arab. Bentuk nasi yang lebih panjang dari ukuran nasi di Indonesia. Bahkan teman tersebut mengatakan nasi arab seperti sedotan. Seberapa panjang ya🙄.
Ketika sampai di bandara King Abdul Aziz, jamaah umroh harus melalui bagian imigrasi. Nah pelayanan di sini beda jauh dengan di Indonesia. Petugasnya kebanyakan anak muda yang begitu santainya melayani para imigran jamaah umroh. Ada yang melayani sambil bercakap-cakap dengan sesama petugas. Sehingga kami harus berdiri berjam-jam menunggu giliran. Padahal jamaah banyak yang usianya sudah di atas 60 tahun.
Sebenarnya enggan menceritakan pengalaman ini tapi kalau dilewatkan jadi tidak lengkap. Setelah menunggu cukup lama akhirnya selesai juga kami bertiga tinggal suami beserta beberapa jamaah. Sewaktu menunggu semua melewati bagian imigrasi kami beriga duduk tidak jauh dari loket pemeriksaan. Iseng-iseng saja saya ambil beberapa foto keadaan sekitar. Tidak lupa juga para petugas imigran yang bekerja dengan santainya itu. Tiba-tiba salah satu dari mereka mengetahui bahwa saya memotret dan mendekat. Petugas tersebut meminta telephon genggam saya lalu membawanya dan ditunjukkan pada petugas yang lain.
Rasanya tidak karuan hati ini, belum-belum kok sudah dapat masalah. Anak saya sempat negur kenapa saya ambil foto-foto segala. Untung saja saya bawa telephon jadul yang hanya bisa dipakai untuk kirim pesan dan telepon. Saya kirim pesan singkat tentang kejadia ini kepada seseorang di tanah air. Saya hanya minta doakan untuk dimudahkan dalam urusan ini. Ada rasa khawatir bila telepon genggam saya tidak dikembalikan bahkan yang lebih jauh lagi, dipersulit. Kemudian saya telepon pemilik biro travel tapi tidak diangkat. Begitu juga Abah Samsul pembimbing umroh juga tidak mengangkat panggilan telepon saya. Dari tempat saya duduk kelihatan nampaknya beliau tidak mendengar bunyi panggilan dari telepon genggam mereka.
Tidak lama petugas imigrasi tersebut kembali lagi dan menyerahkan telepon genggam saya setelah menghapus semua foto. Petugas tersebut berbicara dalam bahasa Inggris bahwa tidak boleh mengambil foto. Saya balas dengan permintaan maaf. Alhamdulillah, lega rasanya telepon genggam bisa kembali. Telepon tersebut baru beberapa bulan saya beli. Saya sebenarnya tidak tahu kalau ada peraturan tidak boleh mengambil foto saat berada di dalam ruangan tersebut. Anak saya bahkan sempat membaca juga.
Ini pelajaran bahwa bila memasuki tempat pelayanan umum harus tahu peraturan yang sudah ditetapkan. Biasanya secara tertulis dan teletak di tempat byang mudah dilihat. Kemudian juga harus membiasakan melihat sekeliling barangkali adabhalnyang penting. Sehingga tidak terjadi seperti yang saya alami. Karena tidak melihat dan membaca aturan tertulis maka terjadi suatu kesalahan. Padahal aturan dilarang mengambil foto atau gambar sudah jelas ada dan ditulis besar, entah kenapa saya kok tidak melihatnya.
Setelah sekian lama menunggu, entah berapa jam sudah tidak menghitung, maka selesai sudah semua rombongan.
Saya pun menghampiri Abah Samsul dan Ustadz Fuad dan menceritakan kejadian tadi. Abah Samsul kaget dan mengatakan kalau beliau tidak tahu ada panggilan telepon dari saya. Kemudian beliau mengatakan bahwa sangat sulit untuk mengambil telepon genggam yang sudah disita. Harus melalui KBRI dan butuh waktu berhari-hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnyabdan bisa-bisa tidak kembali telepon genggamnya.
Program umrohnya 10 hari lalu di dalam hari-hari tersebut padat dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Hampir tidak ada waktu untuk kegiatan di luar jadwal. Tentunya tidak akan terurus dan tak akan kembali telepon genggam saya. Kalau saat ibadah haji bisa saja mengurus telepon genggam yang disita. Karena waktu yang digunakan untuk ibadah lebih lama. Masyaalloh bila mengingatnya, begitu besar kuasaNya. Di awal saya sudah diberikan kemudahan dari Alloh. Tidak habis-habisnya saya bersyukur meskipun harganya tidak mahal akan tetapi sangat penting bagi saya.
Di dalam bus yang menghantarkan kami menuju Madinah tak henti-henti bibir mengucapkan istighfar. Memohon ampunan dan berharap agar ibadah umroh ini diberikan kemudaha nbdan kelancaran. Pelajaran pertama sudah saya dapatkan, teliti dan membiasakan membaca peraturan yang ada.
#SHSB
(32)
0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar