Selasa, 03 Mei 2022

TOURING SAMBIL MUDIK

 


Alhamdulillah, setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa tibalah saatnya untukmerayakan kemenangan dalam menahan hawa nafsu. Kegembiraan nampak di raut wajah semua umat islam dalam menyambut hari raya idul fitri. Apalagi lebaran saat ini pemerintah sudah melonggarkan aturan mudik. Setelah selama dua tahun ada larangan untuk mudik. 

Setelah bersilaturahmi ke rumah saudara terdekat dan tetangga kami mudik ke kota Gandrung, kota kelahiran ayah dari anaku. Sudah terbayang senangnya bertemu dengan sanak saudara. Meskipun kedua mertua sudah lama meninggal dunia akan tetapi suasana lebaran di kota kelahiran tetap akan selalu jadi kenangan. 

Rencana semula mudik dengan naik kereta api, ternyata anakku punya keinginan naik motor. Keinginannya mendapat persetujuan ayahnya, mereka akan berboncengan menuju Banyuwangi. Nah, terbayang sudah betapa senangnya naik motor selama berjam-jam. Duku sebelum aku mengalami kecelakaan motor yang menyebabkan patah tulang belakang, beberapa kali naik motor saat mengunjungi mertua. Setelah mengalami kecelakaan ketika perjalanan menuju tempat mengajar dan mengalami cedera tidak pernah lagi naik motor ke Banyuwangi. Mudik tahun ini aku putuskan naik kereta meski sendiri. 

Saat mempersiapkan keberangkatan suami dan anakku yang akan naik motor tiba-tiba aku ingin ikutan. Terlalu lama menunggu jam kereta, sekitar jam 5 sore kereta berangkat dan tiba di Banyuwangi tengah malam. Sementara di rumah saudara sudah pada mudik dari kemarin. Akhirnya aku pun ikut bonceng suami naik motor. Tiket pun terbuang percuma tak ada waktu untuk menggagalkan tiket. 

Sekitar jam setengah sepuluh kami berangkat, tetapi di tengah jalan aku ingat lemari pendingin belum dinyalakan sehingga suamiku harus balik lagi. Rencana bersih-bersih bunga es tapi karena harus segera berangkat jadi lupa belum menyalakannya lagi. Semoga tidak ada halangan yang berarti sehingga selamat sampai Banyuwangi. 

Setelah berjalan sekitar 3 jam sampailah di rest area Utama Raya Situbondo. Isi bahan bakar, istirahat dan makan siang. Entah kenapa sampai jam segitu perut ini tidak terasa lapar, tapi harus tetap makan agar tidak masuk angin. Agak lama di Utama Raya karena pesanan makan  tidak lengkap sampai makanan suamibdan anak habis pesanananku belum datang juga, padahal hanya mi rebus dan mi goreng menu yang dipesan. 

Perjalanan masih 3 jam lagi untuk sampai si Banyuwangi, agar tidak terlalu gelap di alas Baluran maka kami segera tancap gas. Nampaknya banyak juga yang melakukan perjalanan jauh dengan naik motor. Sedari tadi kelihatan beberapa pemotor  selalu bersamaan. 

Memasuki kawasan alas Baluran udara semakin segar apalagi sore hari sudah tidak terlalu panas. Kondisi aspal jalan tidak semulus beberapa tahun yang lalu. Semakin banyak tambal sulam yang mengurangi kenyamanan berkendara. Yang tidak asing adalah monyet yang banyak berseliweran di tepi jalan raya. Beberapa monyet di seberang jalan pada berjajar ternyata ada mobil berhenti di siai kiri jalan dengan pengendara yang membawa makanan, mungkin akan diberikan ke monyet-monyet tersebut. Hati-hati ya Nyet kalau nyebrang jalan raya sedang ramai😄. 

Lepas dari alas Baluran memasuki depan Taman Nasional Baluran Situbondo. Nah berarti sudah mendekati perbatasan wilayah Banyuwangi. Jam 5 sore memasuki Wongsorejo. Entah mengapa setiap masuk Wongsorejo aku merasakan untuk sampai di kota Banyuwangi serasa masih jauh. Berbeda dengan saat masuk alas Baluran. Di situ aku merasakan kota Banyuwangi sudah dekat. 

Ternyata adik-adik iparku tidak menyadari kalau aku ikut naik motor. Mereka menganggap aku naik kereta dan baru berangkat. Setelah anaknya melihat statusku di WhatsApp baru mereka mengetahui. Kemarin-kemarin adik iparku wanti-wanti agar aku tidak ikut naik motor, mereka khawatir dengan kesehatanku, maklumlah usia 53 tahun. 

Alhamdulillah kami sudah memasuki kota Banyuwangi, taman Sri Tanjung yang terletak tepat si depan masjid Jami Baiturrahman nampak ramai pengunjung. Sepuluh menit lagi sampai rumah Banyuwangi. Alhamdulillah aku tidak merasakan capek yang berarti karena bonceng terus tidak boleh menggantikan suami di depan. Tetapi anakku kelihatan capek banget, tas punggung yang dibawanya sedikit berat. 

Akan tetapi rasa capek terasa ringan ketika sudah masuk rumah dan bertemu dengan keluarga. Ngobrol semalaman menceritakan apa yang dialami selama pandemi 2 tahun berselang. Suami dan anak sempat terkena covid-19. Besok dilanjutkan silaturahmi ke saudara yang lain. 


#Happy Writing

#70 tulisan(7) 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MERAIH PENGHARGAAN ADIWIYATA MANDIRI

  Dok. Pribadi Setelah gagal tahun lalu dalam meraih penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri,  tidaklah menyurutkan semangat SMPN 1 Beji untuk...