Namaku Zunnurin Isnaini, lahir di Pasuruan pada tanggal 7 Juni 1969. Dari nama jelaslah aku anak nomor dua dari empat bersaudara yang terlahir dari pasangan Muhammad Saleh dan Mudrikah. Bapakku berdarah Banten sementara ibuku berdarah Jawa. Sejak lahir aku tinggal di desa Purwodadi dan berjarak sekitar 500 meter dari lokasi kebun penelitian besar yaitu Kebun Raya Purwodadi. Rumah kedua orangtuaku terletak di tepi jalan utama Surabaya-Malang. Kata Bapak, kala itu kendaraan masih sangat jarang pada jam-jam tertentu, sore hari sudah sepi tidak ada opelet yang lewat.
Sekolah dasar tempatku menimba ilmu tidak jauh dari rumah, hanya berjarak 200 meter, letaknya sebelum Kebun Raya Purwodadi. Sekolah yang dulu dikenal dengan sebutan SD induk ini berdekatan dengan pasar. Entah stepatnya kapan SD induk tersebut semasa aku sekolah berganti nama menjadi SDN Purwodadi I. Di SD tempat aku bersekolah kala itu belum ada kantin sehingga apabila waktunya istirahat tiba pasar juga dipenuhi anak-anak sekolah yang ingin membeli kue moho dan jamu temulawak di kedai Mbah Jamu. Sebutan seorang penjual jamu dan wedang kopi yang ada di pasar tersebut. Ada juga yang membeli tebu yang dipotong kecil-kecil dan ditusuk dengan sepotong bambu kecil. Ada kenangan saat beli jajanan pasar yaitu kue moho, waktu itu harganya Rp. 10,- per kue. Di dalam hati aku berkeinginan kelak aku sudah bekerja akan membeli kue moho tersebut sebanyak Rp. 500,-. Mungkin karena waktu itu aku sangat suka dengan kue tersebut.
Semasa SD aku sering bermain di Kebun Raya bersama teman-teman sekolah. Rumah mereka lebih dekat dengan Kebun Raya, hanya berjarak pagar tembok dengan kampung teman-temanku. Untuk masuk ke dalam Kebun Raya tidak perlu berjalan ke pintu loket, cukup lewat saluran air yang kering. Inilah yang kadang membuatku ingin tertawa dengan kenakalan kecil yang sering dibuat kanak-kanak. Bermain di Kebun Raya yang sangat teduh sangat mengasikkan, mencari buah juwet, buah uni, buah sempur dan yang lainnya. Buah yang paling unik adalah buah sempur, yang rasanya sangat masam dan buahnya berbuku-buku melingkar. Bagian isi dibungkus oleh kulit buah yang berlapis-lapis. Kalau memakan buah sempur mata pasti akan merem melek, karena rasanya sangat masam. Kenangan lain yang tidak kalah menyenangkan adalah berenang di kolam teratai, atau sebutan waduk bagi teman-teman mainku. Entah kalau sekarang mungkin sudah ditegur oleh satpam bila berenang di kolam teratai. Jangan dibayangkan kolam tersebut berair jernih, karena banyak ditumbuhi teratai dan air tersebut berasal dari aliran sungai di depan kebu raya, maka dapat dipastikan air kolam tersebut keruh. Akan bertambah keruh bila di musim hujan.
Setelah lulus dari sekolah dasar aku melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SMPN 1 Purwodadi. Satu-satunya sekolah menengah negeri yang ada di kecamatan Purwodadi. Waktu itu angkatanku adalah murid pertama di sekolah tersebut, tepatnya di tahun 1982. Karena belum mempunyai gedung sendiri, maka sekolahku menumpang di sekolah dasar di desa Cowek yang masih wilayah kecamatan Purwodadi. Kurang lebih 2 km jaraknya dari rumah orangtuaku dan ditempuh dengan berkendara pic up untuk bersekolah. Satu-satunya jenis transportasi yang digunakan masyarakat setempat untuk ke kecamatan Tutur yang dikenal dengan Nongkojajar yang letaknya diperbukitan dan sejalan dengan lokasi sekolahku. Karena menumpang di SDN I Cowek maka sekolah dilaksanakan di siang hari selepas siswa SD pulang. Transportasi tidak semudah sekarang, ada ojek atau gojek yang tinggal telephon saja.tidak jarang pulang sekolah berjalan kaki bersama teman-teman dan guru-guruku. Menginjak tahun ketiga aku merasakan gedung baru yang letaknya juga tidak begitu jauh dari SD tempat menumpang.
Pada tahun 1988 aku menyelesaikan sekolah dan lulus dari SMPN 1 Purwodadi dengan nilai esikit lebih baik dari teman-teman, tetapi bukan yang paling baik. Ada juga beberapa teman yang nilainya lebih baik dariku. Bersama teman-teman inilah aku mendaftar ke SMAN Lawang dan SMPN pandaan. Kala itu masih boleh mendaftar lebih dari satu sekolah. Alhamdulillah aku diterima di kedua sekolah tersebut, dan aku memilih SMAN Lawang untuk lebih dekatnya. Selama kelas satu aku tinggal di rumah saudara ibuku yang tempat tinggalnya di Lawang. Sehingga aku setiap hari berangkat dan pulang sekolah cukup dengan berjalan kaki. Tidak lama aku tinggal di rumah di rumah saudara ibuku, menginjak tahun kedua aku sudah berangkat dari rumah untuk bersekolah. Cukup dengan uang Rp. 100,- sudah dapat digunakan untuk pulang pergi.
Lulus dari SMAN Lawang aku melanjutkan ke IKIP PGRI Malang yang sekarang berganti menjadi Universitas Kanjuruhan Malang. Kuliah di IKIP PGRI Malang adalah terdampar bagiku, karena menjadi guru bukan cita-citaku. Sewaktu kecil ibuku bercita-cita menjadi guru karena faktor ekonomi cita-citanya kandas jauh sebelum melangkah. Akhirnya cita-cita beliau diwariskan pada diriku. Aku jalani saja dengan senang hati yang penting bisa kuliah meski keadaan ekonomi orang tua pas-pasan. Dengan mengambil jurusan fisika selama sembilan semester aku menempuh masa perkuliahan. Tahun 1993 aku lulus dari IKIP PGRI Malang dengan gelar sarjana pendidikan.
Dengan berbekal ijazah keguruan aku mecoba melamar menjadi tenaga guru tidak tetap ke beberapa sekolah. Dan itupun ternyata tidak mudah, karena disekolah-sekolah tersebut kesulitan untuk membayar guru tidak tetap. Dari SMP tempat aku sekolah sampai ke kota Pamekasan tidak ada panggilan untukku. Singkat cerita akupun akhirnya mengajar di SMPN 3 Lawang atas kebaikan dari Bapak Kepala Sekolah yang tak lain adalah guruku sewaktu SMP. Kurang lebih 3 tahun aku menjadi guru tidak tetap di SMPN 3 Lawang dan selama tiga tahun itu masih belum ada namaku di pengumuman penerimaan CPNS. Pada tahun ke empat aku mengikuti tes CPNS, waktu itu penerimaan CPNS dibuka setiap tahun, alhamdulillah namaku terukir indah di papan pengumuman. Tahun 1998 turun surat keputusan tugas di SMPN 1 Beji kabupaten Pasuruan. Berjarak 24 kilometer dari rumah orang tuaku aku jalani tugas negara dengan suka cita selama 20 tahun sampai sekarang. Ternyata pilihan ibuku tidak pernah salah untuk menjadikan aku seorang guru. Terima kasih ibu.
Sekolah dasar tempatku menimba ilmu tidak jauh dari rumah, hanya berjarak 200 meter, letaknya sebelum Kebun Raya Purwodadi. Sekolah yang dulu dikenal dengan sebutan SD induk ini berdekatan dengan pasar. Entah stepatnya kapan SD induk tersebut semasa aku sekolah berganti nama menjadi SDN Purwodadi I. Di SD tempat aku bersekolah kala itu belum ada kantin sehingga apabila waktunya istirahat tiba pasar juga dipenuhi anak-anak sekolah yang ingin membeli kue moho dan jamu temulawak di kedai Mbah Jamu. Sebutan seorang penjual jamu dan wedang kopi yang ada di pasar tersebut. Ada juga yang membeli tebu yang dipotong kecil-kecil dan ditusuk dengan sepotong bambu kecil. Ada kenangan saat beli jajanan pasar yaitu kue moho, waktu itu harganya Rp. 10,- per kue. Di dalam hati aku berkeinginan kelak aku sudah bekerja akan membeli kue moho tersebut sebanyak Rp. 500,-. Mungkin karena waktu itu aku sangat suka dengan kue tersebut.
Semasa SD aku sering bermain di Kebun Raya bersama teman-teman sekolah. Rumah mereka lebih dekat dengan Kebun Raya, hanya berjarak pagar tembok dengan kampung teman-temanku. Untuk masuk ke dalam Kebun Raya tidak perlu berjalan ke pintu loket, cukup lewat saluran air yang kering. Inilah yang kadang membuatku ingin tertawa dengan kenakalan kecil yang sering dibuat kanak-kanak. Bermain di Kebun Raya yang sangat teduh sangat mengasikkan, mencari buah juwet, buah uni, buah sempur dan yang lainnya. Buah yang paling unik adalah buah sempur, yang rasanya sangat masam dan buahnya berbuku-buku melingkar. Bagian isi dibungkus oleh kulit buah yang berlapis-lapis. Kalau memakan buah sempur mata pasti akan merem melek, karena rasanya sangat masam. Kenangan lain yang tidak kalah menyenangkan adalah berenang di kolam teratai, atau sebutan waduk bagi teman-teman mainku. Entah kalau sekarang mungkin sudah ditegur oleh satpam bila berenang di kolam teratai. Jangan dibayangkan kolam tersebut berair jernih, karena banyak ditumbuhi teratai dan air tersebut berasal dari aliran sungai di depan kebu raya, maka dapat dipastikan air kolam tersebut keruh. Akan bertambah keruh bila di musim hujan.
Setelah lulus dari sekolah dasar aku melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SMPN 1 Purwodadi. Satu-satunya sekolah menengah negeri yang ada di kecamatan Purwodadi. Waktu itu angkatanku adalah murid pertama di sekolah tersebut, tepatnya di tahun 1982. Karena belum mempunyai gedung sendiri, maka sekolahku menumpang di sekolah dasar di desa Cowek yang masih wilayah kecamatan Purwodadi. Kurang lebih 2 km jaraknya dari rumah orangtuaku dan ditempuh dengan berkendara pic up untuk bersekolah. Satu-satunya jenis transportasi yang digunakan masyarakat setempat untuk ke kecamatan Tutur yang dikenal dengan Nongkojajar yang letaknya diperbukitan dan sejalan dengan lokasi sekolahku. Karena menumpang di SDN I Cowek maka sekolah dilaksanakan di siang hari selepas siswa SD pulang. Transportasi tidak semudah sekarang, ada ojek atau gojek yang tinggal telephon saja.tidak jarang pulang sekolah berjalan kaki bersama teman-teman dan guru-guruku. Menginjak tahun ketiga aku merasakan gedung baru yang letaknya juga tidak begitu jauh dari SD tempat menumpang.
Pada tahun 1988 aku menyelesaikan sekolah dan lulus dari SMPN 1 Purwodadi dengan nilai esikit lebih baik dari teman-teman, tetapi bukan yang paling baik. Ada juga beberapa teman yang nilainya lebih baik dariku. Bersama teman-teman inilah aku mendaftar ke SMAN Lawang dan SMPN pandaan. Kala itu masih boleh mendaftar lebih dari satu sekolah. Alhamdulillah aku diterima di kedua sekolah tersebut, dan aku memilih SMAN Lawang untuk lebih dekatnya. Selama kelas satu aku tinggal di rumah saudara ibuku yang tempat tinggalnya di Lawang. Sehingga aku setiap hari berangkat dan pulang sekolah cukup dengan berjalan kaki. Tidak lama aku tinggal di rumah di rumah saudara ibuku, menginjak tahun kedua aku sudah berangkat dari rumah untuk bersekolah. Cukup dengan uang Rp. 100,- sudah dapat digunakan untuk pulang pergi.
Lulus dari SMAN Lawang aku melanjutkan ke IKIP PGRI Malang yang sekarang berganti menjadi Universitas Kanjuruhan Malang. Kuliah di IKIP PGRI Malang adalah terdampar bagiku, karena menjadi guru bukan cita-citaku. Sewaktu kecil ibuku bercita-cita menjadi guru karena faktor ekonomi cita-citanya kandas jauh sebelum melangkah. Akhirnya cita-cita beliau diwariskan pada diriku. Aku jalani saja dengan senang hati yang penting bisa kuliah meski keadaan ekonomi orang tua pas-pasan. Dengan mengambil jurusan fisika selama sembilan semester aku menempuh masa perkuliahan. Tahun 1993 aku lulus dari IKIP PGRI Malang dengan gelar sarjana pendidikan.
Dengan berbekal ijazah keguruan aku mecoba melamar menjadi tenaga guru tidak tetap ke beberapa sekolah. Dan itupun ternyata tidak mudah, karena disekolah-sekolah tersebut kesulitan untuk membayar guru tidak tetap. Dari SMP tempat aku sekolah sampai ke kota Pamekasan tidak ada panggilan untukku. Singkat cerita akupun akhirnya mengajar di SMPN 3 Lawang atas kebaikan dari Bapak Kepala Sekolah yang tak lain adalah guruku sewaktu SMP. Kurang lebih 3 tahun aku menjadi guru tidak tetap di SMPN 3 Lawang dan selama tiga tahun itu masih belum ada namaku di pengumuman penerimaan CPNS. Pada tahun ke empat aku mengikuti tes CPNS, waktu itu penerimaan CPNS dibuka setiap tahun, alhamdulillah namaku terukir indah di papan pengumuman. Tahun 1998 turun surat keputusan tugas di SMPN 1 Beji kabupaten Pasuruan. Berjarak 24 kilometer dari rumah orang tuaku aku jalani tugas negara dengan suka cita selama 20 tahun sampai sekarang. Ternyata pilihan ibuku tidak pernah salah untuk menjadikan aku seorang guru. Terima kasih ibu.
ternyata masih ketemu dengan harga-harga 10 rupiah... saya ingat juga harga sepiring nasi waktyu SD 20 rupiah ...
BalasHapus